Hari
ini aku mendapat cerita baru. Hari ini memang hari yang melelahkan. Kenapa tidak?
Karena hari ini aku telah mendapat bukti tentang kejujuran dan kebaikan. Setelah
pulang sekolah tadi, aku mengajak temanku, Zalina untuk mencari buah cermai
yang mana buah tersebut akan kami buat menjadi manisan. Sebenarnya aku tidak
ingin mencari buah cermai, karena mencari cermai ini bukan tugasku. Namun, hati
terketuk untuk mencari cermai hari ini. Pertama-tama aku pergi kerumah temanku
yang bernama Resda, dia berkata kepadaku bahwa Bude yang tinggal disebelah
rumahnya itu mempunyai pohon cermai yang buahnya sudah masak. Tetapi, sebelumnya
ia telah berkata jika Bude itu orangnya pelit. Namanya butuh yah aku tetap
pergi kesana. Hitung-hitung kalau Bude itu mau memberikan Cermainya kepada
kami. Namun takdir berkata tidak, aku pun pergi kerumah Bude itu dan meminta
Resda agar memberi tahu bahwa kami ingin membeli cermainya. Padahal kami
berkata ingin membeli, bukan meminta. Tetapi bude itu tidak mau memberikan
cermainya. Dan aku bisa melihat bahwa Bude itu orangnya sangat cerewet. Aku berfikir
kalau orang jawa itu baik, mau menolong, serta lembut tapi itu tidak berlaku
lagi sekarang. Aku bersuku Jawa, sama dengan Bude itu. Kini, aku berfikir bahwa
suku itu belum tentu menunjukkan sikap seseorang yang katanya orang minang itu
pelit, orang jawa itu rajin. Itu semua sudah basi!. Sekarang itu tergantung
orangnya saja. Balik lagi kecerita, perjuanganku bersama Zalina mencari cermai
tidak sampai disitu saja, kami pun pergi ke jalan Cermai, karena temanku yang
bernama Suci berkata jika di jalan cermai itu pasti banyak cermainya. Iya,
seperti tadi hati ini terasa ringan saja mengikuti kata-kata temanku yang satu
ini.
Kami pun menuju ke jalan Cermai, namun hari
mendung, dan hujan gerimis pun mulai turun. Temanku Zalina langsung
mengeluarkan jaketnya dari jok motor. Melihat
itu, aku pun juga mengeluarkan mantel hujanku dari jok motor dan memasukkannya
ke dalam tas aku supaya memudahkanku ketika hujan memang benar-benar lebat. Kami
pun pergi ke Jalan cermai, kami kelilingi jalan itu. Tapi, tidak ada satupun
pohon cermai yang kami temukan. Lalu kami lanjutkan ke jalan Dock. Kami susuri
jalan itu, tidak ada satupun pohon cermai yang tampak. Tiba-tiba, kalau tidak
salah kami melewati jalan paus Zalina yang didepanku jalan terus aku pun juga
mengikutinya, namun Suci dan Resda dibelakangku seperti berkata “Eh, ada Mama
Risna!” mereka pun langsung masuk ke Jalan Paus. Aku pun bingung mau pergi
kemana?. Jika aku mengikuti Suci kan kasihan Zalina sendirian dan bisa saja
kalau ia tidak menyadari jika aku tidak ada dibelakangnya. Jika aku mengikuti
Zalina aku bingung mau nyari kemana lagi. Keputusan akhirku ialah mengikuti
Zalina, karena dia sekelompok denganku. Aku pun mengikutinya, lalu aku berkata
kepadanya agar mencari Buah cermai di Kompleks Apel, awalnya ia menolak karena
kejauhan tetapi akhirnya hatinya pun luluh. Tidak sengaja, saat dilampu merah
aku bertemu dengan teman SMP ku dulu. Namanya Putri, saat itu ia sedang
berboncengan dengan temannya. Kini, ia bersekolah di SMKN 1 kami pun berbicara
sebentar karena lampu lalu lintas saat itu masih berwarna merah. Lalu, akupun
pergi ke komplek apel. Sebenarnya aku merasa sangat bingung, karena aku sudah
lama sekali tidak masuk kesana. Terakhir aku kesana saat aku masih SD, dan aku
pun tidak mengenal orang-orang yang tinggal disana. Kami sudah berputar-putar,
sepertinya sudah seluruh kompleks apel kami kelilingi. Dan sampailah kami
dibelakang Masjid yang entah apa namanya itu, didepan pagarnya tumbuh sebuah
pohon cermai yang buahnya agak besar tetapi masih muda, kami ingin mengambil
buah itu. Kami berdiri disana berlama-lama, karena bingung mau meminta izin
dengan siapa. Lalu kamipun bertanya dengan bapak yang ada didekat masjid
tersebut dan beliau menyuruh kami agar menanyakan lagi kepada rumah yang ada
didepan pohon Cermai tersebut. Aku masih ingat, rumah itu berwarna oren,
pagarnya ditutup, namun pintu yang ada disamping rumah itu terbuka. Lalu kami
mengucapkan assalamualaikum hingga beberapa kali, namun yang punya rumah tak
kunjung keluar. Kami tadi telah mengambil beberapa buah cermai tersebut, bahkan
Zalina telah memanjatinya. Jika kami belum meminta izin, namanya mencuri kan? Kami
sudah ambil beberapa. Zalina pun berkata, “Kalau kita ambil namanya mencuri
num, nanti hasilnya pun gak bagus”. aku pun berfikiran sama dengan Zalina, dan
akupun menyuruh Zalin agar membuang kembali cermai yang kami ambil. Lalu, kami
pun kembali mengelilingi Komplek apel. Namun, kami juga tak kunjung menemukan
buah cermai. Dan.... akhirnya kami pun keluar dari Komplek apel lalu
melanjutkan perjalanan ke Jalan Jend. Sudirman, sebenarnya aku ingin masuk ke
gang-gang kecil, namun aku merasa takut. Telah banyak gang yang telah kami
lewati, dan akhirnya kami berhenti dan berbalik arah kembali menuju kesebuah
Gang. Gang Datuk Tabano namanya. Disana lah tempat penantian terakhir kami. Berharap
agar bisa mendapatkan cermai karena tubuh sudah terasa lelah. Kami pun
menemukan pohon cermai. Sebenarnya kami merasa segan untuk mengetuk pintu rumah
yang ditumbuhi pohon cermai itu. Mau gimana lagi kan? Kami pun mengetuk pintu
dan mengucapkan salam “Assalamualaikum...Assalamualaikum...” tak lama kemudian
pintu rumah itu terbuka dan tampak seorang bapak-bapak yang sudah tua. Lalu ia
pun menjawab salam. Kemudian, akupun
langsung mengutarakan niat kami untuk meminta buah cermai yang beliau miliki. Bapak
itu pun langsung mengatakan ia, dan sontak aku pun bersyukur sambil berkata Alhamdulillah,
lalu bapak itu kembali bertanya Bagaimana kalian mengambilnya? Kami pun
bingung. Tak lama kemudian bapak itu menyuruh kami menunggu sebentar. Ternyata ia
membuat alat untuk mengambil buah cermai. Aku melihat bapak itu memegang botol
aqua dan menggunting bagian bawahnya, lalu ia mencari kayu sebagai pegangannya.
Bukan main baiknya bapak ini. saat itu kami lupa membawa kantong plastik karena
semua ini tidak direncanakan. Tiba-tiba Bapak itu kembali bertanya “kalian ada kantong plastik?” dengan polosnya kami menjawab, “gak ada pak, kami lupa bawa”. Bapak
itu pun kembali masuk kedalam rumahnya dan menuju keterasnya lagi sambil
membawa kantong plastik. Sembari kami mengambil buah cermai milik bapak
tersebut, kami sempat ngobrol-ngobrol dengan bapak itu, bapak itu nannyain
tinggal dimana, sekolah dimana. Dilihat dari logatnya, bapak itu orang minang.
Kan benar apa yang aku fikirkan tadi, belum tentu suku minang itu pelit, lihat
saja bapak itu baik sekali. Mau menolong orang yang butuh bantuan, walaupun
kelihatannya gak penting tetapi itulah dia, jika ingin berbuat baik gak perlu
ditunda, kalau bisa sekarang kapan lagi kan?. Selain itu, beliau juga bilang
kalau dirumah saat ini tidak ada orang, istri dan anak-anaknya sedang di
Pekanbaru. Untung saja bapak itu ada dirumahnya, jika tidak kami tidak bisa
minta izin. Terima kasih banyak ya buat bapak yang sudah nolong tadi, semoga
masuk kelak beliau masuk surga, Aamin. Hari ini aku telah mendapat pelajaran
yang sangat berarti, terimakasih ya Allah.
Iya,sama-sama :)
BalasHapus